HUKUM PERBURUHAN
Pengertian:
Hukum Perburuhan, Adalah seperangkat aturan dan norma baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur pola hubungan Industrial antara Pengusaha, di satu sisi, dan Pekerja atau buruh, di sisi yang lain.
UU perburuhan
a. UU NO.12 Tahun 1948 (tentang kriteria status)
Undang-undang ini menjelaskan tentang aturan-aturan terhadap pekerja buruh dalam hal persyaratan untuk menjadi seorang buruh, pengaturan jam kerja dan jam istirahat, pemberian upah, perlindungan terhadap buruh perempuan, tempat kerja dan perumahan buruh, tanggung jawab, pengusutan pelanggaran, dan aturan tambahan. Undang-undang ini berfungsi untuk melindungi buruh dari hal-hal yang tidak diharapkan.
b. UU NO.12 Tahun 1964 (tentang perlindungan buruh-PHK)
Pengertian:
Hukum Perburuhan, Adalah seperangkat aturan dan norma baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur pola hubungan Industrial antara Pengusaha, di satu sisi, dan Pekerja atau buruh, di sisi yang lain.
UU perburuhan
a. UU NO.12 Tahun 1948 (tentang kriteria status)
Undang-undang ini menjelaskan tentang aturan-aturan terhadap pekerja buruh dalam hal persyaratan untuk menjadi seorang buruh, pengaturan jam kerja dan jam istirahat, pemberian upah, perlindungan terhadap buruh perempuan, tempat kerja dan perumahan buruh, tanggung jawab, pengusutan pelanggaran, dan aturan tambahan. Undang-undang ini berfungsi untuk melindungi buruh dari hal-hal yang tidak diharapkan.
b. UU NO.12 Tahun 1964 (tentang perlindungan buruh-PHK)
Pasal 1
(1) Pengusaha harus mengusahakan
agar jangan terjadi pemutusanhubungan kerja.
(2) Pemutusan hubungan kerja dilarang:
a. selama buruh berhalanganmenjalankan pekerjaannya karena keadaan sakit menurut keterangan dokter selamawaktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan terus-menerus;
b.selama buruh berhalanganmenjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap Negara yang ditetapkan oleh Undang-undang atau Pemerintah atau karena menjalankan ibadatyang diperintahkan agamanya dan yang disetujui Pemerintah.
(2) Pemutusan hubungan kerja dilarang:
a. selama buruh berhalanganmenjalankan pekerjaannya karena keadaan sakit menurut keterangan dokter selamawaktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan terus-menerus;
b.selama buruh berhalanganmenjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap Negara yang ditetapkan oleh Undang-undang atau Pemerintah atau karena menjalankan ibadatyang diperintahkan agamanya dan yang disetujui Pemerintah.
Pasal 2
Bila setelah
diadakan segala usaha pemutusan hubungan kerja tidak dapat
dihindarkan,pengusaha harus merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan
kerja denganorganisasdi buruh yang bersangkutan atau dengan buruh sendiri dalam
hal buruhitu tidak menjadi anggota dari salah-satu organisasi buruh.
Pasal 3
(1) Bila perundingan tersebut
dalam pasal 2nyata-nyata tidak menghasilkan persesuaian paham, pengusaha hanya
dapatmemutuskan hubungan kerja dengan buruh, setelah memperoleh izin
PanitiaPenyelsaian Perselisihan Perburuhan Daerah (Panitia Daerah), termaksud
padapasal 5 Undang-undang No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian
PerselisihanPerburuhan (Lembaran-Negara tahun 1957 No. 42) bagi pemutusan
hubungan kerjaperseorangan, dan dari Panitia Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Pusat(Panitia Pusat) termaksud pada pasal 12 Undang-undang tersebut
di atas bagipemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
(2) Pemutusan hubungan kerja secarabesar-besaran dianggap terjadi jika dalam satu perusahaan dalam satu bulan,pengusaha memutuskan hubungan kerja dengan 10 orang buruh atau lebih, ataumengadakan rentetan pemutusan-pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkansuatu itikad untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
(2) Pemutusan hubungan kerja secarabesar-besaran dianggap terjadi jika dalam satu perusahaan dalam satu bulan,pengusaha memutuskan hubungan kerja dengan 10 orang buruh atau lebih, ataumengadakan rentetan pemutusan-pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkansuatu itikad untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
Pasal 4
Izintermaksud pada
pasal 3 tidak diperlukan, bila pemutusan hubungan kerjadilakukan terhadap buruh
dalam masa percobaan.
Lamanyamasa percobaan tidak boleh melebihi tiga bulan dan adanya masa percobaan harusdiberitahukan lebih dahulu pada calon buruh yang bersangkutan.
Lamanyamasa percobaan tidak boleh melebihi tiga bulan dan adanya masa percobaan harusdiberitahukan lebih dahulu pada calon buruh yang bersangkutan.
Pasal 5
(1) Permohonan izin pemutusan
hubungan kerjabeserta alasan alasan yang menjadi dasarnya harus diajukan secara
tertuliskepada Panitia Derah, yang wilayah kekuasaannya meliputi tempat
kedudukanpengusaha bagi pemutusan hubungan kerja perseorangan dan kepada
Panitia Pusatbagi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
(2) Permohonan izin hanya diterima olehPanitia Daerah/ Panitia Pusat bila ternyata bahwa maksud untuk memutuskanhubungan kerja telah dirundingkan seperti termaksud dalam pasal 2, tetapiperundingan ini tidak menghasilkan persesuaian paham.
(2) Permohonan izin hanya diterima olehPanitia Daerah/ Panitia Pusat bila ternyata bahwa maksud untuk memutuskanhubungan kerja telah dirundingkan seperti termaksud dalam pasal 2, tetapiperundingan ini tidak menghasilkan persesuaian paham.
Pasal 6
PanitiaDarah dan
Panitia Pusat menyelesaikan permohonan izin pemutusan hubungan kerjadalam waktu
sesingkat-singkatnya, menurut tata-cara yang berlaku untuk
penyelesaianperselisihan perburuhan.
Pasal 7
(1) Dalam mengambil keputusan
terhadappermohonan izin pemutusan hubungan kerja, Panitia Daerah dan Panitia
Pusatdisamping ketentuan-ketentuan tentang hal ini yang dimuat dalam
Undang-undangNo. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
(Lembaran-Negaratahun 1957 No. 42), memperhatikan keadaan dan perkembangan
lapangan kerja sertakepentingan buruh dan perusahaan.
(2) Dalam hal Panitia Daerah atau PanitiaPusat memberikan izin maka dapat ditetapkan pula kewajiban pengusaha untukmemberikan kepada buruh yang bersangkutan uang pesangon, uang jasa dan gantikerugian lain-lainnya.
(3) Penetapan besarnya uang pesangon, uangjasa dan ganti kerugian lainnya diatur di dalam Peraturan Menteri Perburuhan.
(4) Dalam Peraturan Menteri Perburuhan itudiatur pula pengertian tentang upah untuk keperluan pemberian uang pesangon,uangjasa dan ganti kerugian tersebut di atas.
(2) Dalam hal Panitia Daerah atau PanitiaPusat memberikan izin maka dapat ditetapkan pula kewajiban pengusaha untukmemberikan kepada buruh yang bersangkutan uang pesangon, uang jasa dan gantikerugian lain-lainnya.
(3) Penetapan besarnya uang pesangon, uangjasa dan ganti kerugian lainnya diatur di dalam Peraturan Menteri Perburuhan.
(4) Dalam Peraturan Menteri Perburuhan itudiatur pula pengertian tentang upah untuk keperluan pemberian uang pesangon,uangjasa dan ganti kerugian tersebut di atas.
Pasal 8
Terhadappenolakan pemberian izin oleh Panitia Daerah, atau
pemberian izin dengansyarat, tersebut pada pasal 7 ayat (2), dalam waktu empat
belas hari setelahputusan diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan, baik
buruh dan/ataupengusaha maupun organisasi buruh/atau organisasi pengusaha yang
bersangkutandapat minta banding kepada Panitia Pusat.
Pasal 9
Panitia Pusat menyelesaikanpermohonan banding menurut
tata-cara yang berlaku untuk penyelesaianperselisihan perburuhan dalam tingkat
bandingan.
Pasal 10
Pemutusan hubungan kerja tanpaizin seperti tersebut pada
pasal 3 adalah batal karena hukum.
Pasal 11
Selama izintermaksud pada pasal 3 belum diberikan, dan dalam
hal ada permintaan bandingtersebut pada pasal 8, Panitia Pusat belum memberikan
keputusan, baik pengusahamaupun buruh harus tetap memenuhi segala kewajibannya.
Pasal 12
Undang-undangini berlaku bagi pemutusan hubungan kerja yang terjadi
diperusahaan-perusahaanSwasta, terhadap seluruh buruh dengan tidak menghiraukan
status kerja mereka,asal mempunyai masa kerja lebih dari 3 (tiga) bulan
berturut-turut.
Pasal 13
Ketentuan-ketentuanpelaksanaan yang belum diatur di dalam
Undang-undang ini ditetapkan olehMenteri Perburuhan.
Pasal 14
Undang-undang ini mulai berlakupada hari diundangkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar